Sabtu, 21 November 2009

POSTING

Proses sortasi dan pemindahan data kedalam buku besar dan buku pembantu disebut dengan pembukuan ( posting )

Posting kedalam buku besar dan buku pembantu dapat dilakukan dengan salah satu dari metode berikut :

^^ posting jurnal kedalam rekening buku besar dengan tulisan tangan dan posting sumber kedalam rekening buku pembantu dengan cara yang sama.

^^ posting dokumen sumber kedalam rekening buku pembantu yang menghasilkan jurnal sebagai tembusan posting kedalam rekening tersebut.

^^ posting kedalam buku pembantu sebagai akibat dari pengisian dokumen sumber yang sekaligus menghasilkan jurnal sebagai tembusan pengisian bukti tersebut.

^^ pembukuan tanpa buku pembantu ( legerless bookkeeping )

Kamis, 03 September 2009

BUKU PEMBANTU ( SUBSIDIARY LEDGERS )

Buku pembantu ( Subsidiary Ledgers atau Sub Ledger ) adalah : suatu kelompok rekening yang merupakan rincian rekening tertentu dalam buku besar ( general ledger ) , yang dibentuk untuk memudahkan dan mempercepat penyusunan laporan dan neraca percobaan.

misal : buku pembantu persediaan, buku pembantu piutang, buku pembantu utang, buku pembantu harga pokok produk, dll.

Dalam legerless bookkeeping, fungsi buku pembantu ini digantikan oleh arsip dokumen sumber.

Rekening yang ada dalam buku besar, yang dirinci dalam buku pembantu disebut rekening kontrol ( controlling account ), sedangkan rekening yang ada dalam buku pembantu, yang merupakan rincian rekening tertentu dalam buku besar disebut rekening pembantu ( subsidiary account ). Data yang diposting kedalam buku pembantu ini diperoleh dari dokumen sumber atau dari jurnal.

Rabu, 02 September 2009

GENERAL LEDGER

BUKU BESAR ( GENERAL LEDGER )

adalah : Kumpulan rekening yang digunakan untuk menyortasi dan meringkas informasi yang telah dicatat dalam jurnal .

Rekening adalah : judul suatu catatan akuntansi yang umumnya berbentuk T , yang dibagi dalam 2 bagian, yaitu sisi debet ( sebelah kiri ) dan sisi kredit ( sebelah kanan ) , sebagai alat untuk mengklasifikasikan dan mencatat transaksi berdasar prinsip tata buku berpasangan ( double entry bookkeeping ).

JURNAL

Setelah transaksi direkam dalam formulir, pencatatan akuntansi yang pertama kali dilakukan adalah dalam jurnal.

Jurnal dibagi dalam 2 kelompok : jurnal khusus dan jurnal umum.

Jika transaksi perusahaan masih sedikit jenisnya dan rendah frekuensinya, maka jurnal umum sudah memadai untuk mencatat secara permanen transaksi perusahaan yang terjadi.

Tetapi jika transaksi semakin banyak dan frekuensi terjadinya semakin tinggi, maka jurnal umum perlu dipecah kedalam jurnal khusus. , dimana alasan pemecahan jurnal umum adalah :

a. untuk mengumpulkan dan menggolongkan transaksi yang sama yang frekuensi terjadinya tinggi

b. untuk mengurangi pekerjaan pembukuan kedalam buku besar dan untuk menggolongkan transaksiyang dicatat.

c. untuk memungkinkan pengerjaan pencatatan transaksi kedalam jurnal dilakukan oleh beberapa orang.

d. untuk menciptakan pengendalian intern.

Selasa, 01 September 2009

FORMULIR

Salah satu alat untuk merekam data transaksi suatu perusahaan digunakan formulir atau dokumen.
Definisi formulir secara manual : secarik kertas yang memiliki ruang untuk diisi.
Definisi formulir secara elektronik : ruang yang ditayangkan dalam layar komputer yang digunakan untuk menangkap data yang akan diolah dalam pengolahan data elektronik.

Manfaat formulir dalam perusahaan :

# menetapkan tanggung jawab timbulnya transaksi bisnis perusahaan
# merekam data transaksi bisnis perusahaan
# mengurangi kemungkinan kesalahan dengan cara menyatakan semua kejadian dalam bentuk tulisan
# menyampaikan informasi pokok dari orang satu ke orang lain dalam organisasi yang sama atau ke organisasi lain.

3 golongan formulir menurut sumbernya :

^ dibuat dan disimpan dalam perusahaan, misal : surat permintaan pembelian, memo debet, memo kredit, bukti permintaan dan pengeluaran barang gudang.

^ dibuat dan dikirimkan pada pihak luar perusahaan, misal : faktur penjualan, surat order pembelian, surat order penjualan.

^ diterima dari pihak luar perusahaan, misal : faktur pembelian, rekening koran bank ( statement ).

Menurut tujuan penggunaannya, formulir dibagi 2 golongan :

% formulir yang dibuat untuk meminta dilakukannya suatu tindakan
contoh : surat permintaan pembelian, surat permintaan penawaran harga, bukti permintaan dan pengeluaran barang gudang.

% formulir yang digunakan untuk mencatat tindakan yang telah dilaksanakan.
Contoh : formulir penerimaan barang, faktur penjualan, faktur pembelian, kartu jam kerja.

Formulir diperlukan pada keadaan :

a. jika suatu kejadian harus dicatat

b. jika informasi tertentu harus dicatat berulang kali, maka penggunaan formulir akan mengurangi waktu penulisan informasi tersebut.

c. jika berbagai sumber yang saling berhubungan perlu disatukan dalam tempat yang sama, untuk memudahkan pengecekan yang cepat mengenai kelengkapan informasinya.

d. jika dibutuhkan untuk menetapkan tanggung jawab terjadinya transaksi.

Jumat, 07 Agustus 2009

PENYAJIAN HARGA POKOK PENJUALAN DALAM LAPORAN KEUANGAN

Dalam Laporan Keuangan khususnya untuk Laporan Rugi Laba, penyajian harga pokok penjualan antara perusahaan dagang dengan perusahaan manufaktur ada perbedaan , dimana komponen yang berbeda tersebut dapat digambarkan secara skematis :



Perbandingan bagian Harga Pokok Penjualan di Laporan Rugi-Laba antara Perusahaan Dagang dan Perusahaan Manufaktur:



Pada perusahaan manufaktur diperlukan banyak rekening untuk menentukan harga pokok produksi, tetapi dalam penyajian Laporan Rugi-Laba hanya disajikan totalnya saja, sedangkan rinciannya disajikan dalam Skedul Harga Pokok Produksi.
Contoh Skedul Harga Pokok Produksi (merupakan lampiran Laporan Rugi-Laba di atas):

Kamis, 06 Agustus 2009

PROCESS COST METHOD

METODE HARGA POKOK PROSES ( PROCESS COST METHOD )


Pencatatan Biaya Bahan.

## Pencatatan pemakaian Bahan Baku di Departemen A:

D. Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku Departemen A ... xxx
K. Persediaan Bahan Baku .... xxx

## Pencatatan pemakaian Bahan Penolong pada Bagian Produksi:

D. Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Penolong Departemen A .. xxx
D. Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Penolong Departemen B .. xxx
D. Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Penolong Departemen C .. xxx
K. Persediaan Bahan Penolong ... xxx

## Pencatatan Biaya Tenaga Kerja (Langsung & Tak Langsung):

Pencatatan biaya tenaga kerja (langsung & tak langsung) di Departemen Produksi:

D. Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Departemen A .. xxx
D. Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Departemen B .. xxx
D. Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Departemen C .. xxx
K. Biaya Gaji dan Upah .. xxx

## Pencatatan Biaya Overhead Pabrik

BOP pada Metode Harga Pokok Proses adalah biaya produksi selain biaya bahan baku, biaya bahan penolong, dan biaya tenaga kerja, baik langsung maupun tak langsung yang terjadi di departemen produksi.

BOP dapat dibebankan kepada produk atas dasar tarif dan dapat juga dibebankan atas dasar BOP yang sesungguhnya terjadi dalam satu periode.

Pembebanan BOP sesungguhnya kepada produk dapat dilakukan jika:

~ Produksi relatif stabil dari periode ke periode
~ BOP, terutama yang tetap, bukan merupakan bagian yang berarti dibandingkan dengan jumlah seluruh biaya produksi
~ Hanya diproduksi satu macam produk.

Contoh pencatatan berbagai jenis BOP di Departemen Produksi:

D. Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik ... xxx
K. Persediaan Spareparts ... xxx
K. Persediaan Bahan – lain2 ... xxx
K. Asuransi dibayar dimuka ... xxx

Rabu, 05 Agustus 2009

JOB ORDER COST METHOD

Perusahaan yang berproduksi atas dasar pesanan, memulai kegiatan produksinya setelah menerima order dari pembeli, tetapi sering juga terjadi, perusahaan mengeluarkan order produksi untuk mengisi persediaan di gudang.

Syarat penggunaan Metode Harga Pokok Pesanan:

~ Masing-masing pesanan, pekerjaan, atau produk dapat dipisahkan identitasnya secara jelas dan perlu dilakukan penentuan harga pokok pesanan secara individual.

~ Biaya produksi harus dipisahkan ke dalam dua golongan, yaitu: biaya langsung (BBB & BTKL) dan biaya tak langsung (selain BBB & BTKL).

~ BBB dan BTKL dibebankan/diperhitungkan secara langsung terhadap pesanan ybs., sedangkan BOP dibebankan kepada pesanan atas dasar tarif yang ditentukan di muka.

~ Harga pokok setiap pesanan ditentukan pada saat pesanan selesai.

~ Harga pokok per satuan produk dihitung dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dibebankan pada pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk dalam pesanan ybs.

PENCATATAN BIAYA DALAM METODE HARGA POKOK PESANAN

@ Pencatatan Biaya Bahan Baku (BBB)

Prosedur pencatatan pembelian bahan baku, jurnalnya:
D. Persediaan Bahan Baku .. xxxx
K. Utang dagang / kas .. xxxx

Prosedur pencatatan pemakaian bahan baku, menggunakan metode mutasi persediaan (perpetual). Dalam setiap pemakaian bahan baku harus diketahui pesanan mana yang memerlukannya.
Jurnalnya:

D. Barang dalam proses – Biaya bahan baku .. xxxx
K. Persediaan Bahan Baku .. xxxx

@ Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL)

Diperlukan pengumpulan dua macam jam kerja, yi:

$ Jam kerja total selama periode kerja tertentu.

$ Jam kerja yang digunakan untuk mengerjakan setiap pesanan.

Untuk mengetahui jumlah jam kerja karyawan baik jam kerja total maupun jam kerja yang digunakan untuk mengerjakan pesanan, diperlukan kartu hadir masing-masing karyawan yang memuat penggunaan jam kerja masing2 karyawannya. ( kartu jam kerja )

jurnal untuk mencatat :

D. Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Langsung .. xxxx
K. Biaya Gaji & Upah .. xxx

@ Pencatatan Biaya Overhead Pabrik (BOP)

BOP dikelompokkan menjadi beberapa golongan :

% Biaya Bahan Penolong

% Biaya reparasi dan pemeliharaan, berupa pemakaian persediaan spareparts dan persediaan supplies pabrik.

% Biaya tenaga kerja tak langsung

% Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap (contoh: biaya penyusutan aktiva tetap)

% Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu (contoh: terpakainya asuransi dibayar di muka).

% Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran tunai (contoh: biaya reparasi mesin pabrik, biaya listrik).

BOP dalam metode harga pokok pesanan harus dibebankan kepada setiap pesanan berdasarkan tarif yang ditentukan di muka.

Tarif BOP ditentukan pada awal tahun/periode dengan cara sbb:

Tarif BOP = Taksiran jumlah BOP selama 1 periode / Jumlah Dasar pembebanan*

Dasar Pembebanan BOP:
^ Satuan produk
^ Biaya Bahan Baku
^ Biaya Tenaga Kerja Langsung
^ Jam Tenaga Kerja Langsung
^ Jam Mesin

BOP yang sesungguhnya terjadi dikumpulkan selama satu tahun yang sama, kemudian pada akhir tahun dibandingkan dengan yang dibebankan kepada produk atas dasar tarif.

Pencatatan BOP yang Dibebankan kepada produk:

D. Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik .. xxx
K. Biaya Overhead Pabrik Dibebankan .. xxx

Jurnal penutupan rekening Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan (untuk mempertemukan BOP Dibebankan dengan BOP Sesungguhnya) :

D. Biaya Overhead Pabrik Dibebankan .. xxx
K. Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya .. xxx

Pencatatan BOP yang Sesungguhnya:

Misal:
1. Pemakaian Bahan Penolong:

D. Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya .. xxx
K. Persediaan Bahan Penolong .. xxx

2. Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Tak langsung:

D. Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya .. xxx
K. Gaji dan Upah .. xxx

@ Pencatatan Produk Selesai

Biaya produksi yang telah dikumpulkan dalam Kartu Harga Pokok dijumlah dan dikeluarkan dari rekening Barang Dalam Proses dengan jurnal :

D. Persediaan Produk Jadi .. xxx
K. Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku .. xxx
K. Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung .. xxx
K. Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik .. xxx

Harga Pokok Produk jadi dicatat dalam Kartu Persediaan (Finish Goods Ledger Card) dan Kartu Harga Pokok Pesanan tersebut dipindahkan ke dalam arsip Kartu Harga Pokok Pesanan yang telah selesai.

Selasa, 04 Agustus 2009

METODE PENGUMPULAN BIAYA PRODUKSI

Metode pengumpulan biaya produksi tergantung dari sifat pengolahan produk. Pengolahan produk dibedakan menjadi 2 golongan, yi:

~ pengolahan produk berdasarkan pesanan

~ pengolahan produk yang merupakan produksi massa.

Oleh karena itu metode pengumpulan biaya produksi dibedakan menjadi dua, yi:

% Metode Harga Pokok Pesanan (Job order cost method)

% Metode Harga Pokok Proses (Process cost method)

PERBEDAAN KARAKTERISTIK METODE HARGA POKOK PROSES DAN METODE HARGA POKOK PESANAN

Karakteristik kedua metode tersebut berkaitan dengan karakteristik proses pengolahan produknya, yaitu:

Senin, 03 Agustus 2009

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI ( 2 )

Contoh perhitungan harga pokok produksi berdasar metode variable costing dan full costing :

PT. XYZ memproduksi dan menjual alat tenun dari bahan kayu. Adapun data operasional sbb :

Harga jual per unit = Rp.500.000
Biaya produksi :
- Biaya variabel per unit :
Bahan langsung …. Rp.110.000
Tenaga kerja langsung. ... Rp. 60.000
Overhead pabrik variabel... Rp. 30.000
- Biaya tetap per tahun....Rp.12.000.000
Persediaan :
- Unit persediaan awal 0
- Unit yang diproduksi 100 unit
- Unit yang terjual 80 unit
Biaya pemasaran tetap selama satu tahun .. Rp. 7.000.000
Biaya pemasaran variabel per unit .. Rp. 50.000

Dari data diatas, maka :

a) metode Absorption Costing / Full Costing :

Biaya produksi berdasarkan absorption costing :
= Bahan langsung + Tenaga kerja langsung + Overhead pabrik variabel + overhead pabrik tetap
= Rp. 110.000 + Rp. 60.000 + Rp. 30.000 + (Rp.12.000.000/100)
= Rp. 320.000

Laporan Laba Rugi berdasarkan absorption costing:
Penjualan (80 X Rp.500.000) …. Rp. 40.000.000
HPP:
Persediaan awal. …. . Rp. 0
Harga pokok produksi (100 x Rp.320.000).... Rp. 32.000.000
Barang tersedia untuk dijual. … Rp. 32.000.000
Persediaan akhir.. ( 20 x 320.000 ) . Rp. 6.400.000
Harga pokok penjualan. .. Rp. 25.600.000
Laba Kotor.... Rp. 14.400.000
Beban Adm & Penjualan.... Rp. 11.000.000
Laba Netto.... Rp. 3.400.000


b) metode variable costing :

Biaya produksi berdasarkan direct costing/variable costing =
= Bahan langsung + Tenaga kerja langsung + Overhead pabrik variabel
= Rp. 110.000 + Rp. 60.000 + Rp. 30.000
= Rp. 200.000

Laporan Laba Rugi berdasarkan direct/variable costing:
Penjualan. (80 X Rp.500.000) Rp. 40.000.000
Biaya variabel:
Harga pokok produksi (80 x Rp.200.000). Rp. 16.000.000
Beban Adm.& Penjualan (80 x Rp.50.000).. Rp. 4.000.000
Total biaya variabel... Rp. 20.000.000
Margin kontribusi... Rp. 20.000.000
Biaya tetap:
Overhead pabrik tetap... Rp. 12.000.000
Beban adm. & Penjualan... Rp. 7.000.000
Total biaya tetap .. Rp. 19.000.000
Laba Netto... Rp. 1.000.000

selisih Laba Netto antara full costing dengan variable costing :
= 3.400.000 – 1.000.000 = 2.400.000
berasal dari saldo akhir sejumlah 20 unit dengan perbedaan harga pokok antara full costing dengan variabel costing = ( 320.000 – 200.000 ) x 20 = 2.400.000

Minggu, 02 Agustus 2009

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI

Pada perusahaan manufaktur, dalam penentuan harga pokok produksinya terdapat beberapa faktor yang membedakan dengan bentuk-bentuk usaha lainnya, yaitu adanya :

^^ Bahan baku (raw material),yang didalamnya termasuk juga bahan pengemas (emballage) dan bahan penolong atau bahan pembantu lainnya.

^^ Barang dalam proses ( work in process ) , yang merupakan hasil olahan bahan baku tetapi belum menjadi barang jadi ( belum siap untuk dijual ).

^^ Tenaga kerja langsung ( direct labor ) , merupakan tenaga kerja yang langsung menangani proses pembuatan produk.

^^ Biaya depresiasi atas penggunaan mesin dan peralatan produksi lainnya yang termasuk dalam kelompok Overhead Cost / Indirect Cost.

Akumulasi dari keempat faktor tadi disebut dengan harga pokok produksi ( manufacturing cost / production cost ).

Dalam unsur harga pokok produksi tersebut, tidak termasuk persediaan barang jadi, karena persediaan barang jadi adalah persediaan yang pada saat diakui sebagai persediaan barang jadi ( inventory ) , sudah tidak melalui proses produksi lagi ( tidak melalui pengolahan lagi ).

Perhitungan harga pokok produksi pada perusahaan manufaktur ada 2 ( dua ) metode :

1.Direct Costing/Variable Costing

2.Absorption Costing/Full Costing

Perbedaan pokok diantara kedua metode tersebut terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi yang bersifat tetap.
Adanya perbedaan perlakuan terhadap FOH Tetap ini akan mempunyai pengaruh terhadap perhitungan harga pokok produksi dan penyajian rugi laba.

1.Direct Costing/Variable Costing

Variable costing adalah metode penentuan harga pokok yang hanya memasukkan komponen biaya produksi yang bersifat variabel sebagai unsur harga pokok, meliputi : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel.
Biaya-biaya overhead pabrik yang tetap (fixed factory overhead) dianggap tidak secara langsung membentuk produk, jadi biaya overhead pabrik yang tetap ini dimasukkan dalam kelompok biaya periode lainnya ( period cost ) , seperti biaya penjualan dan administrasi.


2.Absorption Costing / Full Costing

Full costing adalah metode penentuan harga pokok produk dengan memasukkan seluruh komponen biaya produksi sebagai unsur harga pokok, meliputi : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap.
Menurut metode full costing ini, karena produk yang dihasilkan menyerap jasa FOH tetap walaupun secara tidak langsung, maka wajar apabila biaya tadi dimasukkan sebagai komponen pembentuk produk tersebut.

Sabtu, 01 Agustus 2009

HARGA POKOK PRODUKSI

Penetapan harga pokok produksi diperlukan oleh suatu perusahaan untuk menetapkan harga jual yang tepat dengan laba yang ingin diperoleh perusahaan, sehingga perusahaan tersebut dapat bersaing dengan perusahaan lain yang memproduksi produk sejenis.

Biaya produksi yang timbul akan ditekan serendah mungkin namun tetap menjaga kualitas dari barang atau produk yang dihasilkan, sehingga harga pokok produk satuannya dapat lebih rendah dari yang sebelumnya, dengan tujuan mendapatkan laba semaksimal mungkin.

Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi dapat mengakibatkan penentuan harga jual menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah , dimana kedua kemungkinan tersebut dapat mengakibatkan keadaan yang tidak menguntungkan perusahaan, karena dengan harga jual yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan produk yang ditawarkan akan sulit bersaing dengan produk sejenis yang ada di pasar, dan sebaliknya jika harga jual produk terlalu rendah akan mengakibatkan laba yang diperoleh perusahaan juga rendah.

Untuk menghitung harga pokok produksi dalam perusahaan manufaktur diperlukan ilmu akuntansi biaya, dimana siklus akuntansi biaya dalam perusahaan manufaktur harus mengikuti proses pengolahan produk, sejak dari bahan baku dimasukkan dalam proses sampai menjadi produk jadi, seperti dalam skema berikut ini:

Minggu, 12 Juli 2009

Inventory Method


Sistem Persediaan (Inventory Method)


Metode penyusutan ini biasanya digunakan untuk menilai aktiva berwujud yang nilainya kecil .
Persediaan peralatan, sebagai contoh, mungkin ada pada awal dan akhir periode. Kemudian jumlah beban penyusutan dapat dihitung dengan menggunakan nilai awal dari persediaan ditambah dengan beban yang dikeluarkan untuk memperoleh peralatan tersebut dikurangi dengan nilai akhir persediaan.
Keberatan utama terhadap metode ini dikarenakan metode ini tidak sistematik dan rasional, karena tidak ada seperangkat formula yang digunakan.

Anuity Method


Metode Anuitas (Anuity Method)


Dalam metode anuitas ini beban penyusutan yang dihasilkan pada tahun / periode
awal adalah rendah dan akan meningkat jumlahnya tiap periode berikutnya.

Metode ini paling banyak digunakan dalam industri real estate dan penyedia jasa , tetapi metode ini bukanlah metode penyusutan yang secara umum dapat diterima.

Sabtu, 11 Juli 2009

Group and Composite Method

Metode Berdasarkan Jenis dan Kelompok (Group and Composite Method)


Metode penyusutan biasanya digunakan untuk satu aktiva tetap. Dalam keadaan tertentu bagaimanapun juga ada berbagai macam aktiva yang disusutkan dengan menggunakan satu tarif penyusutan.

Ada 2 metode penyusutan untuk aktiva yang beragam ini yaitu : group dan composite method.

## Group mengindikasikan kumpulan dari aktiva yang memiliki jenis yang sama,

## composite mengarah kepada kumpulan aktiva yang memiliki jenis yang berbeda.

Metode group biasanya digunakan untuk kelompok aktiva yang hampir sama jenisnya dan memiliki umur kegunaan yang sama.
Sedangkan composite method digunakan untuk aktiva yang bermacam – macam dan memiliki umur kegunaan yang berbeda.

Tarif penyusutan untuk composite method ditentukan dengan membagi penyusutan tiap tahun dengan nilai total dari aktiva yang disusutkan.
Dalam metode ini tarif penyusutan didasarkan pada umur kegunaan kelompok aktiva. Laba atau rugi dalam keadaan normal akibat aktiva tersebut dipensiunkan/tidak lagi digunakan, tidak diakui.
Perbedaan antara nilai buku aktiva dan nilai sisa dibebankan atau dikurangkan pada akumulasi penyusutan.

Jumat, 10 Juli 2009

Productive Output Method

Metode Jumlah Unit Produksi ( Productive Output Method )


Metode ini digunakan untuk mengalokasikan beban penyusutan berdasarkan pada proporsi penggunaan aktiva yang sebenarnya. Metode penyusutan ini menggunakan hasil produksi sebagai dasar pengalokasian beban penyusutan untuk tiap periode, dengan dasar teori yang dipakai adalah bahwa suatu aktiva itu dimiliki untuk menghasilkan produk sehingga depresiasi juga didasarkan pada jumlah produk yang dapat dihasilkan.

Dalam metode ini beban penyusutan diperlakukan sebagai beban variabel sesuai dengan unit produksi yang dihasilkan tiap periode akuntansi, bukan beban tetap seperti dalam metode penyusutan garis lurus (Straight Line Method).

Kelemahan dari metode ini adalah sama seperti kelemahan yang terdapat pada metode jam jasa.

Untuk menghitung beban depresiasi periodik, pertama kali dihitung tarip depresiasi untuk tiap unit produk, kemudian tarip ini akan dikalikan dengan jumlah produk yang dihasilkan dalam periode tersebut.

Contoh :
mesin dengan harga perolehan Rp. 600.000,- taksiran nilai sisa sebesar Rp. 40.000,- , mesin ini ditaksir selama umur penggunaan akan menghasilkan 56.000 unit produk, maka depresiasi per unit produk dihitung sbb :

Depresiasi / unit = ( HP – NS ) / n
= ( 600.000 – 40.000 ) / 56.000
= 10

Apabila dalam tahun penggunaan pertama, mesin tersebut menghasilkan 18.000 unit produk, maka beban depresiasi untuk tahun itu sebesar 18.000 x 10 = 180.000

Dalam tabel , sbb :



Beban depresiasi yang dihitung dengan metode produksi dan jam jasa, jumlahnya setiap periode tergantung pada jumlah produksi atau jam kerja aktiva, sehingga biaya depresiasi yang dihitung dengan kedua cara ini mempunyai sifat variable.

Kamis, 09 Juli 2009

Service Hours Method

Metode Jam Jasa (Service Hours Method)


Metode ini digunakan untuk mengalokasikan beban penyusutan berdasarkan pada proporsi penggunaan aktiva yang sebenarnya dan berdasar pada anggapan bahwa aktiva terutama mesin, akan lebih cepat rusak bila digunakan sepenuhnya ( full time ) dibanding dengan penggunaan yang tidak sepenuhnya ( part time ).

Metode penyusutan ini menggunakan jumlah jam kerja sebagai dasar pengalokasian beban penyusutan untuk tiap periode.
Dalam metode ini beban penyusutan diperlakukan sebagai beban variabel daripada beban tetap seperti dalam metode penyusutan Garis Lurus (Straight Line Method) sesuai dengan jam kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi barang atau jasa tiap periode akuntansi.

Kelemahan dari metode ini adalah ketika kapasitas produktif dari perusahaan menjadi berkurang karena adanya pesaing baru yang mungkin lebih efisien dan efektif, sehingga cepat atau lambat perusahaan dipaksa untuk mengakui kelemahan dari kapasitas produksinya. Selain itu metode jam jasa mengakui beban penyusutan berdasarkan unit produksi, sehingga beban penyusutan yang diakui menjadi kecil pada saat produksi yang dihasilkan sedikit, yang selanjutnya akan menyebabkan overstatement terhadap laba yang dilaporkan oleh perusahaan.

Contoh :
mesin dengan harga perolehan Rp. 600.000 ,- nilai sisa Rp. 40.000,- ditaksir akan dapat digunakan selama 8.000 jam .
Maka depresiasi per jam dihitung sbb :

Depresiasi = ( HP – NS ) / n
= ( 600.000 – 40.000 ) / 8.000
= 70

HP = harga perolehan
NS = Nilai sisa
n = taksiran jam jasa

Apabila dalam tahun pertama mesin tersebut digunakan selama 3.000 jam maka beban depresiasinya = 3.000 x 70 = 210.000

Dalam tabel :


Karena beban depresiasi ini dasarnya adalah jumlah jam yang digunakan, maka metode ini paling tepat jika digunakan untuk kendaraan, dengan anggapan bahwa kendaraan itu lebih banyak aus karena dipakai dibandingkan tua karena waktu.

Rabu, 08 Juli 2009

Declining rate on Cost Mehod

METODE TARIP MENURUN ( Declining rate on Cost Mehod )


Pada perhitungan dengan metode ini, tarip ( % ) ini setiap periode dikalikan harga perolehan.
Penurunan tarip ( % ) setiap periode dilakukan tanpa menggunakan dasar yang pasti, tapi ditentukan berdasarkan kebijaksanaan masing2 perusahaan.
Karena tarip ( % ) nya setiap periode selalu menurun maka beban depresiasinya juga selalu menurun.

Selasa, 07 Juli 2009

Double Declining Balance Method

METODE DOUBLE DECLINING BALANCE METHOD

Beban depresiasi dalam metode ini tiap tahunnya menurun. Untuk dapat menghitung beban depresiasi yang selalu menurun, dasar yang digunakan adalah % depresiasi dengan cara garis lurus, % ini dikalikan dua dan setiap tahunnya dikalikan pada nilai buku aktiva tetap. Karena nilai buku selalu menurun maka beban depresiasi juga selalu menurun.

Misal : mesin dengan harga perolehan Rp. 600.000,- , taksiran nilai sisa ( residu ) sebesar Rp. 40.000,- dan umurnya ditaksir selama 4 tahun, maka sesuai metode garis lurus, depresiasi tiap tahunnya adalah :

Depresiasi = ( HP – NS ) / n
= ( 600.000 – 40.000 ) / 4
= Rp. 140.000 ,-

jumlah ini jika dihitung dari harga perolehan adalah sebesar 23,33% , jika dihitung dari jumlah yang didepresiasi ( Rp. 560.000,- ) adalah sebesar 25 %
Tarip 25 % ini dikalikan 2 menjadi 50 %,sehingga depresiasi tiap tahun dihitung sbb :


Dengan menggunakan 2 kali % yang didapat dari metode garis lurus, dapat dibuat perhitungan depresiasi seperti diatas. Nila residu dengan cara ini sebesar Rp. 37.500,- juka dibandingkan dengan cara garis lurus terdapat perbedaan sebesar Rp. 2.500,-

Senin, 06 Juli 2009

Declining Balance Method

Metode Saldo Menurun ( Declining Balance Method )

Dalam cara ini beban depresiasi periodik dihitung dengan cara mengalikan tarip yang tetap dengan nilai buku aktiva. Karena nilai buku aktiva ini setiap tahun selalu menurun maka beban depresiasi tiap tahun juga selalu menurun.
Tarip ini dihitung dengan menggunakan rumus sbb :

T = tarip
n = umur ekonomis
NS = Nilai Sisa
HP = Harga Perolehan

contoh : mesin dengan harga perolehan Rp. 100.000,- , residu = Rp. 10.000,- ditaksir umur ekonomisnya 3 tahun.
Maka depresiasi mesin tersebut adalah :

Untuk menghitung depresiasi tiap tahun, tarip ini ( 53.6 % ) dikalikan kepada nilai buku mesin.
Dalam tabel maka perhitungan sbb :


nilai buku pada akhir tahun ketiga menunjukkan jumlah Rp. 10.000,- yaitu taksiran nilai residu. Apabila aktiva yang dihitung depresiasinya itu tidak mempunyai nilai residu, maka metode ini tidak dapat digunakan. Untuk mengatasi nya maka untuk aktiva yang tidak mempunyai nilai residu akan dipakai jumlah residu = Rp. 1 , -

Minggu, 05 Juli 2009

Sum of the Years Method

Metode Jumlah Angka Tahun ( Sum of the Years Method )


Metode penyusutan ini menghasilkan tarif penyusutan yang menurun dengan dasar penurunan pecahan dari nilai yang dapat disusutkan (harga perolehan dikurangi dengan nilai sisa).
Setiap pecahan menggunakan jumlah tahun sebagai bilangan penyebut (5 + 4 + 3 + 2 + 1 = 15) dan jumlah tahun akhir dari estimasi umur kegunaan sebagai penghitung.

Contoh tabel Metode Jumlah Angka Tahun (Sum of the Year Digit Method)


* Nilai Sisa

Sabtu, 04 Juli 2009

Straight Line Method

METODE GARIS LURUS (Straight Line Method)

Dalam metode garis lurus lebih melihat aspek waktu daripada aspek kegunaan.
Metode ini paling banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan karena paling mudah diaplikasikan dalam akuntansi.
Dalam metode penyusutan garis lurus, beban penyusutan untuk tiap tahun nilainya sama besar dan tidak dipengaruhi dengan hasil/output yang diproduksi.

Perhitungan tarif penyusutan untuk metode garis lurus adalah sebagai berikut:

( Harga Perolehan Nilai Sisa ) / Estimasi Umur Kegunaan = Tarif Penyusutan

Misal : mesin dengan harga perolehan Rp.600.000,- taksiran nilai sisa ( residu ) sebesar Rp. 40.000,- dan umurnya ditaksir selama 4 tahun.
Maka depresiasi tiap tahunnya adalah :

Depresiasi = ( HP – NS ) / n
= ( 600.000 – 40.000 ) / 4
= Rp. 140.000 ,-


Kelebihan dan kekurangan metode garis lurus :

Kelebihan :

- mudah digunakan dalam praktek
- lebih mudah dalam menentukan tarip penyusutan

Kelemahan :

- Beban pemeliharaan dan perbaikan dianggap sama setiap periode

- Manfaat ekonomis aktiva setiap tahun sama

- Beban penyusutan yang diakui tidak mencerminkan upaya yang digunakan dalam menghasilkan pendapatan

- Laba yang dihasilkan setiap tahun tidak menggambarkan tingkat pengembalian yang sesungguhnya dari umur kegunaan aktiva (dalam matching principle, beban penyusutan harus proporsional pada penghasilan yang dihasilkan).

Jumat, 03 Juli 2009

METODE PENYUSUTAN

Metode – metode penyusutan (Depreciation Method )

Metode penyusutan dapat dikelompokkan atas kriteria sbb :

1. berdasarkan waktu :

a. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

b. Metode pembebanan yang menurun :

* metode jumlah angka tahun (sum of the years digit method)

* metode saldo menurun (declining balance method)

* metode saldo menurun dobel ( double declining balance method )

* metode tarip menurun

2. berdasarkan penggunaan :

a. metode jam-jasa (service hours method)

b. metode jumlah unit produksi (productive-output method)

3. berdasarkan kriteria lainnya :

a. metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite method)

b. metode anuitas (annuity method)

c. sistem persediaan (inventory method)

Kamis, 02 Juli 2009

DEPRESIASI

Logika umum :Penyusutan (Depreciation) merupakan cadangan yang nantinya digunakan untuk membeli aktiva baru untuk menggantikan aktiva lama yang sudah tidak produktif lagi .

Faktor – faktor yang mempengaruhi depresiasi :

> faktor fisik : aus karena dipakai, aus karena umur dan kerusakan-kerusakan.

> faktor fungsional : adanya kemajuan tekhnologi sehingga aktiva tersebut tidak ekonomis lagi jika dipakai.

Faktor – faktor yang menentukan biaya depresiasi :

1.harga perolehan (Acquisition Cost ) = biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tersebut.

2. nilai sisa / residu (Salvage Value ) = taksiran nilai yang diterima apabila aktiva tersebut dijual, dikurangi biaya-biaya yang terjadi pada saat menjualnya.

3. umur ekonomis aktiva (Economical Life )
ada 2 jenis umur :

- Umur fisik : Umur yang dikaitkan dengan kondisi fisik suatu aktiva.
Suatu aktiva dikatakan masih memiliki umur fisik apabila secara fisik aktiva tersebut masih dalam kondisi baik (walaupun mungkin sudah menurun fungsinya).

- Umur fungsional : Umur yang dikaitkan dengan kontribusi aktiva tersebut dalam penggunaanya.
Suatu aktiva dikatakan masih memiliki umur fungsional apabila aktiva tersebut masih memberikan kontribusi bagi perusahaan.

Dalam penentuan beban penyusutan, yang dijadikan bahan perhitungan adalah umur fungsional yang biasa dikenal dengan umur ekonomis.

Rabu, 01 Juli 2009

AKTIVA


Definisi Aktiva : kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai manfaat lebih dari satu tahun, dan diperoleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perusahaan, dan bukan untuk dijual kembali.

Untuk tujuan akuntansi, jangka waktu penggunaan dibatasi dengan “lebih dari satu periode akuntansi “

Aktiva berwujud yang umurnya lebih dari satu periode akuntansi = aktiva tetap berwujud.

Pengelompokan aktiva :

~ aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas , misal : tanah untuk letak perusahaan, pertanian, peternakan.

~ aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya bisa diganti dengan aktiva sejenis, misal : bangunan, kendaraan, dll

~ aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat diganti dengan aktiva sejenis , misal : sumber-sumber alam seperti tambang, hutan, dll.

Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas , tidak dilakukan penyusutan terhadap harga perolehannya.

Depresiasi = penyusutan harga perolehan aktiva tetap yang dapat diganti dengan aktiva sejenis

Deplesi = penyusutan nilai sumber alam

Amortisasi = alokasi harga perolehan aktiva tetap tidak berwukud.

Selasa, 30 Juni 2009

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN ( 5 )

4. AVERAGE ( Rata – rata ) Tertimbang

b. AVERAGE ( Rata – rata ) Tertimbang – perpetual

Data persediaan PT. GHIJ bulan Pebruari 2008 sebagai berikut :

1 Pebruari Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
9 Pebruari Pembelian 300 kg @ Rp. 110,- = Rp. 33.000
10 Pebruari Penjualan 400 kg
15 Pebruari Pembelian 400 kg @ Rp. 116,- = Rp. 46.400
18 Pebruari Penjualan 300 kg
24 Pebruari Pembelian 100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 2.600

TOTAL = 1.000 kg Rp. 112.000,- total penjualan = 700 kg

barang-barang yang dikeluarkan akan dibebani harga pokok pada akhir periode, karena harga pokok rata2 baru dihitung pada akhir periode, sehingga jurnal untuk mencatat berkurangnya persediaan barang juga dibuat pada akhir periode. Apabila harga pokok rata2 dicatat setiap ada pengeluaran barang maka setiap kali terjadi pembelian barang, akan dihitung harga pokok rata2nya, sehingga dalam satu periode akan terdapat beberapa harga pokok rata2. Metode ini disebut dengan metode rata-rata bergerak ( moving average ).

harga pokok rata2 yang baru akan dihitung setiap kali ada pembelian barang , dan pengeluaran2 barang berikutnya diberi harga dengan harga pokok rata2 tersebut sampai ada pembelian lagi.

Senin, 29 Juni 2009

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN ( 4 )


4. AVERAGE ( Rata – rata ) Tertimbang

a. AVERAGE ( Rata – rata ) Tertimbang – fisik

Pada contoh illustrasi berikut, apabila menggunakan metode Average Tertimbang - Fisik, maka perhitungan menjadi :

Data persediaan PT. GHIJ bulan Pebruari 2008 sebagai berikut :

1 Pebruari Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
9 Pebruari Pembelian 300 kg @ Rp. 110,- = Rp. 33.000
10 Pebruari Penjualan 400 kg
15 Pebruari Pembelian 400 kg @ Rp. 116,- = Rp. 46.400
18 Pebruari Penjualan 300 kg
24 Pebruari Pembelian 100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 2.600

TOTAL = 1.000 kg Rp. 112.000,- total penjualan = 700 kg

misal pada akhir bulan hasil perhitungan fisik di gudang, jumlah barang = 300 unit, maka dari data diatas, perhitungan untuk persediaan akhirnya sbb :

persediaan 1 pebr 100 unit @ Rp. 100 = Rp. 20.000
pembelian 9 pebr 300 unit @ Rp. 110 = Rp. 33.000
pembelian 15pebr 400 unit @ Rp. 116 = Rp. 46.400
pembelian 24pebr 100 unit @ Rp. 126 = Rp. 12.600
Total barang = 1.000 kg Rp. 112.000,-

harga pokok rata2 tertimbang = 112.000 / 1.000 = Rp. 112,- per kg
persediaan barang akhir bulan : 300 kg @ Rp. 112,- = Rp. 33.600,-
harga pokok penjualan : Rp. 112.000 – Rp. 33.600 = Rp. 78.400,-

Minggu, 28 Juni 2009

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN ( 3 )

3. AVERAGE ( Rata-rata ) Sederhana

Pada illustrasi ini , apabila penilaian persediaan menggunakan metode Average ( Rata-rata ) Sederhana :

Data persediaan PT. GHIJ bulan Pebruari 2008 sebagai berikut :

1 Pebruari Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
9 Pebruari Pembelian 300 kg @ Rp. 110,- = Rp. 33.000
10 Pebruari Penjualan 400 kg
15 Pebruari Pembelian 400 kg @ Rp. 116,- = Rp. 46.400
18 Pebruari Penjualan 300 kg
24 Pebruari Pembelian 100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 2.600

TOTAL = 1.000 kg Rp. 112.000,- total penjualan = 700 kg

karena harga pokok persediaan dihitung tanpa melihat jumlah barangnya, maka pada contoh diatas, harga pokok rata-rata per unit dihitung sbb :

persediaan 1 pebr 100 unit @ Rp. 100
pembelian 9 pebr 300 unit @ Rp. 110
pembelian 15 pebr 400 unit @ Rp. 116
pembelian 24 pebr 100 unit @ Rp. 126

maka harga pokok rata2 per unit = ( 100 + 110 + 116 + 126 ) / 4 = Rp. 113,-

Sabtu, 27 Juni 2009

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN ( 2 )

2. FIFO ( First In First Out )

Pada illustrasi dibawah , apabila penilaian persediaan menggunakan metode FIFO , maka :

Data persediaan PT. GHIJ bulan Pebruari 2008 sebagai berikut :

1 Pebruari Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
9 Pebruari Pembelian 300 kg @ Rp. 110,- = Rp. 33.000
10 Pebruari Penjualan 400 kg
15 Pebruari Pembelian 400 kg @ Rp. 116,- = Rp. 46.400
18 Pebruari Penjualan 300 kg
24 Pebruari Pembelian 100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 2.600
TOTAL = 1.000 kg Rp. 112.000,- total penjualan = 700 kg



a. FIFO - fisik

Pada akhir periode dilakukan perhitungan fisik digudang terdapat jumlah 300 kg, maka sesuai metode FIFO – fisik, nilai persediaan akhir adalah :

pembelian 24 pebruari 100 kg @ Rp. 126 = Rp. 12.600
pembelian 15 pebruari 200 kg @ Rp. 116 = Rp. 23.200
jumlah 300 kg = Rp. 35.800,-

maka harga pokok penjualan = Rp. 112.000,- - Rp. 35.800,- = Rp. 76.200,-

b. FIFO - perpetual

Jumlah persediaan akhir yang dihitung dengan cara FIFO – fisik akan sama dengan metode FIFO – perpetual.

Jumat, 26 Juni 2009

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN ( 1 )

Untuk lebih jelas mengenai perbedaan masing2 metode, baik metode pencatatannya maupun metode perhitungan harga pokok ( penilaian persediaan ) , dapat dilihat dari contoh illusrasi berikut :

Data persediaan PT. GHIJ bulan Pebruari 2008 sebagai berikut :

1 Pebruari Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
9 Pebruari Pembelian 300 kg @ Rp. 110,- = Rp. 33.000
10 Pebruari Penjualan 400 kg
15 Pebruari Pembelian 400 kg @ Rp. 116,- = Rp. 46.400
18 Pebruari Penjualan 300 kg
24 Pebruari Pembelian 100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 2.600
TOTAL = 1.000 kg Rp. 112.000,- total penjualan = 700 kg

1. LIFO ( Last In First Out )

a. LIFO - fisik

pada akhir bulan Pebruari diadakan perhitungan fisik terhadap barang2 dalam gudang dan hasilnya menunjukkan persediaan sejumlah 300 kg, maka nilai persediaan akhir sebanyak 300 kg tersebut akan dihitung :

persediaan 1 Pebruari 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
pembelian 9 Pebruari 100 kg @ Rp. 110,- = Rp. 11.000
jumlah 300 kg Rp. 31.000
harga pokok penjualan = Rp. 112.000,- - Rp. 31.000,- = Rp. 81.000,-

Sesuai metode fisik persediaan hanya dicatat pada akhir periode saja, dan karena metode penilaiannya menggunakan metode LIFO , maka persediaan akhir akan dinilai sesuai harga belinya dengan jumlah unit sesuai perhitungan fisik akhir bulan.

Dalam contoh diatas, perhitungan fisik akhir bulan = 300 kg, maka persediaan akhir akan dinilai dengan nilai persediaan awal + pembelian tanggal 9 Pebruari saja , karena jumlah total unit kedua transaksi tersebut sudah sesuai dengan total unit stock opname ( 300 unit ) dan harga pokok dihitung sejumlah selisih antara total persediaan ( total barang tersedia untuk dijual ) dengan nilai persediaan akhirnya.

Perhitungan harga pokok penjualan bisa dengan cara sbb :

18 pebr 100 kg @ Rp. 126 = Rp. 12.600
200 kg @ Rp. 116 = Rp 23.200
total 18 pebr Rp. 35.800
10 pebr 200 kg @ Rp. 116 = Rp. 23.200
200 kg @ Rp. 110 = Rp. 22.000
total 10 pebr Rp. 45.200
total harga pokok penjualan = Rp. 81.000

b. LIFO - perpetual
sesuai metode perpetual, persediaan akhir dapat dilihat pada baris terakhir sebesar :
100 kg @ Rp. 100,- = Rp. 10.000
100 kg @ Rp. 116,- = Rp. 11.600
100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 12.600
jumlah 300 kg Rp. 34.200,-
harga pokok penjualan = 33.000 + 10.000 + 34.800 = Rp. 77.800,-








Kamis, 25 Juni 2009

PENILAIAN PERSEDIAAN



Dalam penilaian persediaan terdapat beberapa metode, dimana untuk masing-masing metode tersebut akan menghasilkan perbedaan nilai pada persediaan akhir.
Pemilihan metode penilaian persediaan ini akan berpengaruh terhadap pendapatan bersih atau rugi bersih suatu perusahaan, karena persediaan akhir berhubungan dengan harga pokok penjualan , dimana kedua faktor ini mempunyai persamaan :

Barang siap dijual – persediaan akhir = harga pokok penjualan

Semakin tinggi nilai persediaan akhir maka harga pokok penjualan akan menjadi semakin berkurang sehingga pendapatan bersih akan naik .
Sebaliknya , semakin rendah nilai persediaan maka harga pokok penjualan akan bertambah yang mengakibatkan penjualan bersih akan turun.
Sehingga bila diurutkan kembali maka nilai persediaan akhir akan berpengaruh terhadap 3 ( tiga ) hal :

a. Terhadap Laporan Rugi Laba dan Neraca
b. Terhadap Pendapatan secara pajak
c. Terhadap harga jual

Metode- metode penilaian persediaan tersebut adalah :

1. LIFO ( Last In First Out )

pada metode ini , barang yang dikeluarkan dari gudang akan dibebani dengan harga pokok pembelian yang paling terakhir, sehingga persediaan akhir akan dihargai dengan harga pokok pembelian yang pertama dan berikutnya.

2. FIFO ( First In First Out )

pada metode FIFO, harga pokok persediaan akan dibebankan sesuai urutan terjadinya dan apabila ada penjualan atau pemakaian, maka harga pokok yang dibebankan adalah harga pokok yang paling terdahulu dan persediaan akhir dibebani dengan harga pokok terakhir.

3. AVERAGE ( Rata-rata ) Sederhana

metode average ( rata-rata ) sederhana menghitung harga pokok dengan menghitung rata-ratanya tanpa memperhatikan jumlah barangnya , oleh karena itu pada metode ini tidak menghasilkan harga pokok yang mewakili seluruh persediaan bila jumlah barang yang dibeli berbeda-beda.

4. AVERAGE ( Rata – rata ) Tertimbang

Metode average ( rata-rata ) tertimbang memperlakukan barang-barang yang keluar dari gudang akan dibebani dengan harga pokok rata-rata, dan harga pokok rata-rata itu sendiri diperoleh dengan membagi jumlah harga perolehan dengan jumlah kuantitasnya.

Rabu, 24 Juni 2009

PENCATATAN PERSEDIAAN



Salah satu pos dalam Neraca sebuah Perusahaan adalah pos Persediaan, dimana definisi dari Persediaan ini adalah : barang yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual atau untuk diolah yang selanjutnya akan dijual.
Sedangkan barang yang dibeli dengan tujuan untuk dipakai sendiri maka barang tersebut tidak termasuk sebagai persediaan.

Dari definisi persediaan ini maka dapat digambarkan bahwa untuk perusahaan dagang hanya akan mempunyai persediaan barang dagangan yang nantinya akan dijual ,
dan untuk perusahaan manufaktur akan mempunyai 3 ( tiga ) jenis persediaan , yaitu :

1. Persediaan Bahan Baku ( termasuk Bahan Pengemas )
2. Persediaan Barang Dalam Proses
3. Persediaan Barang Jadi.

METODE PENCATATAN PERSEDIAAN

Dalam pencatatan persediaan terdapat 2 ( dua ) metode pencatatan , yaitu :

1. Metode Pisik/Periodik (Periodik/Phisical Inventory System).

Dalam metode pisik ini, persediaan hanya dicatat pada akhir periode akuntansi , dan untuk mendapatkan nilai persediaan secara periodik maka diakhir periode dilakukan perhitungan fisik ( stock opname ).

Transaksi-transaksi yang mempengaruhi nilai persediaan :
• Pembelian
• Retur Pembelian
• Penjualan
• Retur Penjualan

Dalam metode pisik ini posisi persediaan hanya dapat diketahui pada akhir periode sehingga menyebabkan data dari bagian akuntansi tidak akan mendukung operasional.

2. Metode Perpetual (Continual Inventory System).

Setiap ada transaksi yang mempengaruhi persediaan akan dilakukan pencatatan sehingga saldo persediaan yang ada adalah saldo yang sebenarnya, dan diakhir periode juga dilakukan perhitungan fisik ( stock opname ) yang bertujuan untuk mencocokkan saldo antara saldo pembukuan dengan saldo fisik.