Selasa, 30 Juni 2009

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN ( 5 )

4. AVERAGE ( Rata – rata ) Tertimbang

b. AVERAGE ( Rata – rata ) Tertimbang – perpetual

Data persediaan PT. GHIJ bulan Pebruari 2008 sebagai berikut :

1 Pebruari Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
9 Pebruari Pembelian 300 kg @ Rp. 110,- = Rp. 33.000
10 Pebruari Penjualan 400 kg
15 Pebruari Pembelian 400 kg @ Rp. 116,- = Rp. 46.400
18 Pebruari Penjualan 300 kg
24 Pebruari Pembelian 100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 2.600

TOTAL = 1.000 kg Rp. 112.000,- total penjualan = 700 kg

barang-barang yang dikeluarkan akan dibebani harga pokok pada akhir periode, karena harga pokok rata2 baru dihitung pada akhir periode, sehingga jurnal untuk mencatat berkurangnya persediaan barang juga dibuat pada akhir periode. Apabila harga pokok rata2 dicatat setiap ada pengeluaran barang maka setiap kali terjadi pembelian barang, akan dihitung harga pokok rata2nya, sehingga dalam satu periode akan terdapat beberapa harga pokok rata2. Metode ini disebut dengan metode rata-rata bergerak ( moving average ).

harga pokok rata2 yang baru akan dihitung setiap kali ada pembelian barang , dan pengeluaran2 barang berikutnya diberi harga dengan harga pokok rata2 tersebut sampai ada pembelian lagi.

Senin, 29 Juni 2009

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN ( 4 )


4. AVERAGE ( Rata – rata ) Tertimbang

a. AVERAGE ( Rata – rata ) Tertimbang – fisik

Pada contoh illustrasi berikut, apabila menggunakan metode Average Tertimbang - Fisik, maka perhitungan menjadi :

Data persediaan PT. GHIJ bulan Pebruari 2008 sebagai berikut :

1 Pebruari Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
9 Pebruari Pembelian 300 kg @ Rp. 110,- = Rp. 33.000
10 Pebruari Penjualan 400 kg
15 Pebruari Pembelian 400 kg @ Rp. 116,- = Rp. 46.400
18 Pebruari Penjualan 300 kg
24 Pebruari Pembelian 100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 2.600

TOTAL = 1.000 kg Rp. 112.000,- total penjualan = 700 kg

misal pada akhir bulan hasil perhitungan fisik di gudang, jumlah barang = 300 unit, maka dari data diatas, perhitungan untuk persediaan akhirnya sbb :

persediaan 1 pebr 100 unit @ Rp. 100 = Rp. 20.000
pembelian 9 pebr 300 unit @ Rp. 110 = Rp. 33.000
pembelian 15pebr 400 unit @ Rp. 116 = Rp. 46.400
pembelian 24pebr 100 unit @ Rp. 126 = Rp. 12.600
Total barang = 1.000 kg Rp. 112.000,-

harga pokok rata2 tertimbang = 112.000 / 1.000 = Rp. 112,- per kg
persediaan barang akhir bulan : 300 kg @ Rp. 112,- = Rp. 33.600,-
harga pokok penjualan : Rp. 112.000 – Rp. 33.600 = Rp. 78.400,-

Minggu, 28 Juni 2009

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN ( 3 )

3. AVERAGE ( Rata-rata ) Sederhana

Pada illustrasi ini , apabila penilaian persediaan menggunakan metode Average ( Rata-rata ) Sederhana :

Data persediaan PT. GHIJ bulan Pebruari 2008 sebagai berikut :

1 Pebruari Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
9 Pebruari Pembelian 300 kg @ Rp. 110,- = Rp. 33.000
10 Pebruari Penjualan 400 kg
15 Pebruari Pembelian 400 kg @ Rp. 116,- = Rp. 46.400
18 Pebruari Penjualan 300 kg
24 Pebruari Pembelian 100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 2.600

TOTAL = 1.000 kg Rp. 112.000,- total penjualan = 700 kg

karena harga pokok persediaan dihitung tanpa melihat jumlah barangnya, maka pada contoh diatas, harga pokok rata-rata per unit dihitung sbb :

persediaan 1 pebr 100 unit @ Rp. 100
pembelian 9 pebr 300 unit @ Rp. 110
pembelian 15 pebr 400 unit @ Rp. 116
pembelian 24 pebr 100 unit @ Rp. 126

maka harga pokok rata2 per unit = ( 100 + 110 + 116 + 126 ) / 4 = Rp. 113,-

Sabtu, 27 Juni 2009

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN ( 2 )

2. FIFO ( First In First Out )

Pada illustrasi dibawah , apabila penilaian persediaan menggunakan metode FIFO , maka :

Data persediaan PT. GHIJ bulan Pebruari 2008 sebagai berikut :

1 Pebruari Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
9 Pebruari Pembelian 300 kg @ Rp. 110,- = Rp. 33.000
10 Pebruari Penjualan 400 kg
15 Pebruari Pembelian 400 kg @ Rp. 116,- = Rp. 46.400
18 Pebruari Penjualan 300 kg
24 Pebruari Pembelian 100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 2.600
TOTAL = 1.000 kg Rp. 112.000,- total penjualan = 700 kg



a. FIFO - fisik

Pada akhir periode dilakukan perhitungan fisik digudang terdapat jumlah 300 kg, maka sesuai metode FIFO – fisik, nilai persediaan akhir adalah :

pembelian 24 pebruari 100 kg @ Rp. 126 = Rp. 12.600
pembelian 15 pebruari 200 kg @ Rp. 116 = Rp. 23.200
jumlah 300 kg = Rp. 35.800,-

maka harga pokok penjualan = Rp. 112.000,- - Rp. 35.800,- = Rp. 76.200,-

b. FIFO - perpetual

Jumlah persediaan akhir yang dihitung dengan cara FIFO – fisik akan sama dengan metode FIFO – perpetual.

Jumat, 26 Juni 2009

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN ( 1 )

Untuk lebih jelas mengenai perbedaan masing2 metode, baik metode pencatatannya maupun metode perhitungan harga pokok ( penilaian persediaan ) , dapat dilihat dari contoh illusrasi berikut :

Data persediaan PT. GHIJ bulan Pebruari 2008 sebagai berikut :

1 Pebruari Persediaan 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
9 Pebruari Pembelian 300 kg @ Rp. 110,- = Rp. 33.000
10 Pebruari Penjualan 400 kg
15 Pebruari Pembelian 400 kg @ Rp. 116,- = Rp. 46.400
18 Pebruari Penjualan 300 kg
24 Pebruari Pembelian 100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 2.600
TOTAL = 1.000 kg Rp. 112.000,- total penjualan = 700 kg

1. LIFO ( Last In First Out )

a. LIFO - fisik

pada akhir bulan Pebruari diadakan perhitungan fisik terhadap barang2 dalam gudang dan hasilnya menunjukkan persediaan sejumlah 300 kg, maka nilai persediaan akhir sebanyak 300 kg tersebut akan dihitung :

persediaan 1 Pebruari 200 kg @ Rp. 100,- = Rp. 20.000
pembelian 9 Pebruari 100 kg @ Rp. 110,- = Rp. 11.000
jumlah 300 kg Rp. 31.000
harga pokok penjualan = Rp. 112.000,- - Rp. 31.000,- = Rp. 81.000,-

Sesuai metode fisik persediaan hanya dicatat pada akhir periode saja, dan karena metode penilaiannya menggunakan metode LIFO , maka persediaan akhir akan dinilai sesuai harga belinya dengan jumlah unit sesuai perhitungan fisik akhir bulan.

Dalam contoh diatas, perhitungan fisik akhir bulan = 300 kg, maka persediaan akhir akan dinilai dengan nilai persediaan awal + pembelian tanggal 9 Pebruari saja , karena jumlah total unit kedua transaksi tersebut sudah sesuai dengan total unit stock opname ( 300 unit ) dan harga pokok dihitung sejumlah selisih antara total persediaan ( total barang tersedia untuk dijual ) dengan nilai persediaan akhirnya.

Perhitungan harga pokok penjualan bisa dengan cara sbb :

18 pebr 100 kg @ Rp. 126 = Rp. 12.600
200 kg @ Rp. 116 = Rp 23.200
total 18 pebr Rp. 35.800
10 pebr 200 kg @ Rp. 116 = Rp. 23.200
200 kg @ Rp. 110 = Rp. 22.000
total 10 pebr Rp. 45.200
total harga pokok penjualan = Rp. 81.000

b. LIFO - perpetual
sesuai metode perpetual, persediaan akhir dapat dilihat pada baris terakhir sebesar :
100 kg @ Rp. 100,- = Rp. 10.000
100 kg @ Rp. 116,- = Rp. 11.600
100 kg @ Rp. 126,- = Rp. 12.600
jumlah 300 kg Rp. 34.200,-
harga pokok penjualan = 33.000 + 10.000 + 34.800 = Rp. 77.800,-








Kamis, 25 Juni 2009

PENILAIAN PERSEDIAAN



Dalam penilaian persediaan terdapat beberapa metode, dimana untuk masing-masing metode tersebut akan menghasilkan perbedaan nilai pada persediaan akhir.
Pemilihan metode penilaian persediaan ini akan berpengaruh terhadap pendapatan bersih atau rugi bersih suatu perusahaan, karena persediaan akhir berhubungan dengan harga pokok penjualan , dimana kedua faktor ini mempunyai persamaan :

Barang siap dijual – persediaan akhir = harga pokok penjualan

Semakin tinggi nilai persediaan akhir maka harga pokok penjualan akan menjadi semakin berkurang sehingga pendapatan bersih akan naik .
Sebaliknya , semakin rendah nilai persediaan maka harga pokok penjualan akan bertambah yang mengakibatkan penjualan bersih akan turun.
Sehingga bila diurutkan kembali maka nilai persediaan akhir akan berpengaruh terhadap 3 ( tiga ) hal :

a. Terhadap Laporan Rugi Laba dan Neraca
b. Terhadap Pendapatan secara pajak
c. Terhadap harga jual

Metode- metode penilaian persediaan tersebut adalah :

1. LIFO ( Last In First Out )

pada metode ini , barang yang dikeluarkan dari gudang akan dibebani dengan harga pokok pembelian yang paling terakhir, sehingga persediaan akhir akan dihargai dengan harga pokok pembelian yang pertama dan berikutnya.

2. FIFO ( First In First Out )

pada metode FIFO, harga pokok persediaan akan dibebankan sesuai urutan terjadinya dan apabila ada penjualan atau pemakaian, maka harga pokok yang dibebankan adalah harga pokok yang paling terdahulu dan persediaan akhir dibebani dengan harga pokok terakhir.

3. AVERAGE ( Rata-rata ) Sederhana

metode average ( rata-rata ) sederhana menghitung harga pokok dengan menghitung rata-ratanya tanpa memperhatikan jumlah barangnya , oleh karena itu pada metode ini tidak menghasilkan harga pokok yang mewakili seluruh persediaan bila jumlah barang yang dibeli berbeda-beda.

4. AVERAGE ( Rata – rata ) Tertimbang

Metode average ( rata-rata ) tertimbang memperlakukan barang-barang yang keluar dari gudang akan dibebani dengan harga pokok rata-rata, dan harga pokok rata-rata itu sendiri diperoleh dengan membagi jumlah harga perolehan dengan jumlah kuantitasnya.

Rabu, 24 Juni 2009

PENCATATAN PERSEDIAAN



Salah satu pos dalam Neraca sebuah Perusahaan adalah pos Persediaan, dimana definisi dari Persediaan ini adalah : barang yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual atau untuk diolah yang selanjutnya akan dijual.
Sedangkan barang yang dibeli dengan tujuan untuk dipakai sendiri maka barang tersebut tidak termasuk sebagai persediaan.

Dari definisi persediaan ini maka dapat digambarkan bahwa untuk perusahaan dagang hanya akan mempunyai persediaan barang dagangan yang nantinya akan dijual ,
dan untuk perusahaan manufaktur akan mempunyai 3 ( tiga ) jenis persediaan , yaitu :

1. Persediaan Bahan Baku ( termasuk Bahan Pengemas )
2. Persediaan Barang Dalam Proses
3. Persediaan Barang Jadi.

METODE PENCATATAN PERSEDIAAN

Dalam pencatatan persediaan terdapat 2 ( dua ) metode pencatatan , yaitu :

1. Metode Pisik/Periodik (Periodik/Phisical Inventory System).

Dalam metode pisik ini, persediaan hanya dicatat pada akhir periode akuntansi , dan untuk mendapatkan nilai persediaan secara periodik maka diakhir periode dilakukan perhitungan fisik ( stock opname ).

Transaksi-transaksi yang mempengaruhi nilai persediaan :
• Pembelian
• Retur Pembelian
• Penjualan
• Retur Penjualan

Dalam metode pisik ini posisi persediaan hanya dapat diketahui pada akhir periode sehingga menyebabkan data dari bagian akuntansi tidak akan mendukung operasional.

2. Metode Perpetual (Continual Inventory System).

Setiap ada transaksi yang mempengaruhi persediaan akan dilakukan pencatatan sehingga saldo persediaan yang ada adalah saldo yang sebenarnya, dan diakhir periode juga dilakukan perhitungan fisik ( stock opname ) yang bertujuan untuk mencocokkan saldo antara saldo pembukuan dengan saldo fisik.